Kupang.Spektrum-Ntt.com || Aliansi Rakyat Anti Korupsi Indonesia (ARAKSI) NTT selenggarakan diskusi publik dengan mengangkat tema Mengurai Benang Kusut P19 Kasus Bawang Merah Kab.Malaka. (22/04 /2021)
Kasus dugaan korupsi bawang merah Malaka yang prosesnya semakin berbelit-belit mulai dari P18, menuju P19 dan dari P19 itu kemudian tidak sampai dengan P21 hingga pada pagi hari ini, kamis, 22 April 2021. Dalam perjalanan waktu Aliansi Rakyat Anti Korupsi Indonesia (ARAKSI) NTT diminta oleh penyidik Polda NTT sehingga kasus ini dibicarakan dengan KPK, sebab terdapat sejumlah hambatan yang dialami oleh penyidik Polda NTT dalam menghadapi petunjuk Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur, hal ini diungkapkan ketua Araksi Alfred Baun, S.H.
Petunjuk yang dimaksud adalah ada sejumlah petunjuk yang kemudian penyidik Polda NTT melengkapi namun hal tersebut dilakukan belum lengkap Polda NTT. Hingga Aliansi Rakyat Anti Korupsi Indonesia meminta kepada KPK hadir di Nusa Tenggara Timur guna mengevaluasi kasus ini pada 10 desember 2020.
"Dalam evaluasi kasus ini KPK menghadirkan Jaksa Agung, Mabes Polri, Kapolda NTT, dan Kejaksaan Tinggi NTT, guna mengevaluasi tentang penanganan tindak pidana korupsi kasus bawang merah, hasil dari diskusi tersebut KPK menyampaikan bahwa kasus bawang merah Malaka dinyatakan terdapat unsur korupsi, Oleh karena itu kasus ini harus di lanjutkan oleh penyidik Polda NTT dan Kejati NTT" jelas Alfred Baun
Komonikasi antara Araksi NTT bersama jaksa penuntut umum di Kejati NTT bahwa petunjuk tersebut belum dinyatakan lengkap, sebab apa yang dimaksud oleh Kejati NTT belum dipenuhi oleh penyidik Polda NTT.
Araksi NTT melihat hingga pada saat ini proses kasus bawang merah Malaka sudah 5 tahun ditangani oleh penegak hukum di Nusa Tenggara Timur.
Diskusi publik yang diselenggarakan Araksi NTT dengan tema mengurai benang kusut P19 kasus bawang merah Kabupaten Malaka dengan mengundang sejumlah narasumber di antaranya Kapolda NTT, Irjen Pol. Lotarya Latif, S.H.,M.H Kajati NTT, Dr. Yulianto, S.H., MH akademisi Hukum Undana, Dr.Simplexius Asa, S.H., M.H Akademisi Hukum Unwira Kupang, Mikhael Feka, S.H.,M.H dan Akademisi Fisip Undana, Yohanes J. Nami, S.Ip., M.Ip. Diskusi ini dipandu Ketua Araksi NTT, Alfred Baun, S.H.
Diskusi yang sangat berharga ini yang seharusnya mulai pada waktu 10:00 Wita namun menjadi molor demi menunggu narasumber Kapolda NTT dan Narasumber dari Kejati NTT, akan tetapi hingga mulainya diskusi publik tersebut tidak ada perwakilan dari Polda NTT bahkan Kejati NTT. Hal tersebut membuat Aliansi Rakyat Anti Korupsi Indonesia (ARAKSI) NTT merasa kecewa dengan ketidakhadiran Kapolda NTT dan Kejati NTT.
" Kita kecewa karena, sebenarnya Araksi membantu kedua lembaga ini untuk mengurai kasus ini, dan sebenarnya Araksi hadir untuk menetralisir dugaan 'ego agar ego ini dihindari kemudian kasus ini menjadi terang benderang, tapi faktanya kedua lembaga yang menangani kasus bawang merah ini memilih untuk tidak hadir" ujar Alfred Baun
Araksi NTT menganggap bahwa Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur dan Polda Nusa Tenggara Timur menghindar dari undangan.
"Kedua lembaga ini dianggap menghindari diskusi publik ini padahal sebenarnya sangat penting dan sangat untung sekali jika tadi kedua hadir untuk mendengarkan penjelasan ahli yang mendudukkan posisi kasus ini, baik benang merahnya dan usutnya kasus ini" tegas Alfred Baun
Lanjutnya Ia menekankan bahwa sangat menguntungkan apabila kedua lembaga dari Polda NTT maupun Kejati NTT hadir sehingga mereka tidak mengacu pada kemampuan mereka secara sendiri, dan soal kelembagaan ia tetapi skil dalam penanganan kasus sangat perlu dan hal ini sebenarnya diurai oleh pakar-pakar ini.
Ketua Araksi NTT Alfred Baun menguraikan bahwa dari kejaksaan Tinggi tidak terkonfirmasi sedangkan dari Polda NTT terkonfirmasi pada jam 11 siang dan hal ini sangat disayangkan. Ia pun menuturkan bahwa ada kepentingan masing-masing dari Polda NTT maupun Kejati NTT terhadap kasus bawang merah Malaka.
" Polda NTT dan Kejati NTT harus mengembalikan kepercayaan publik terhadap hukum di Nusa Tenggara Timur, itu harus dan ini mereka menghindar seperti ini kapan?" tutup Ketua Araksi NTT Alfred Baun
(Nixon Tae)