Nilai Dan Pesan Positif Dari Penghapusan Ujian Nasional

BAGIKAN

NILAI dan pesan POSITIF DARI PENGHAPUSAN UJIAN NASIONAL

Oleh: Fr. M. Yohanes Berchmans, Bhk, M. Pd

Ka SMPK Frateran Ndao Ende

Gagasan penghapusan UN, jika dilihat dari tujuan dan manfaatnya sepanjang sejarah pelaksanaan UN di tanah air, memang sudah sangat tepat untuk dihapus mulai saat ini. Mengapa? Sebab, sejak Ujian nasional diberlakukan di Indonesia mulai periode 1950-1965 yang disebut dengan Ujian Penghabisan, periode 1965 – 1971, disebut dengan Ujian Negara, periode 1972 – 1979, disebut dengan Ujian Sekolah, periode 1980 – 2001 disebut dengan EBTANAS (Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional) dan EBTA (Evaluasi Belajar Tahap Akhir), periode 2002 – 2004, disebut dengan Ujian Akhir Nasional (UAN), Periode 2005 – 2012, disebut dengan Ujian Nasional (UN) hingga tahun 2019/2020. Terhitung enam kali pergantian sistem dan formatnya, namun HASILNYA TETAP SAMA, yakni tidak berdampak pada pemerataan dan atau peningkatan mutu/kualitas pendidikan di tanah air. Artinya, tetap adanya DISPARITAS atau pun KESENJANGAN antara sekolah swasta maupun sekolah negeri, antara sekolah di kota maupun sekolah di daerah, apalagi daerah yang di sebut daerah 3 T ( Tertinggal, Terluar dan Terdepan), baik dari aspek sarana prasarana, atau pun infrastruktur lainnya, maupun SDM Pendidik dan tenaga kependidikkan serta SDM peserta didik. 

Padahal tujuan dan manfaat UN yang digemakan selama ini, tidak lain adalah untuk pemerataan mutu, baik Soft Skill maupun Hard Skill, namun kenyataanya ibarat “jauh panggang dari api”. Di bawah ini, akan saya tunjukkan tujuan dan manfaat diadakan UN, sebelum era mendikbud Nadiem Anwar Makarim, B.A, M.B.A, sebagai berikut:    

Pemetaan mutu program pendidikan dan atau satuan pendidikan untuk meningkatkan kualitas sekolah di daerahnya masing-masing.

Pertimbangan seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya

Dasar pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan untuk pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan. Manfaat ini terdapat dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32 Tahun 2013. Demikian seperti dilansir dari laman Kemendikbud

Pemerintah Daerah dapat memanfaatkan hasil UN untuk melakukan pemetaan pencapaian standar peserta didik, satuan pendidikan maupun wilayah. Dengan begitu, baik pemda maupun sekolah bisa mempelajari letak kekurangan atau kelemahan setiap sekolah di setiap daerah jika dibandingkan dengan perolehan nasional

Mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik.

Mengukur mutu pendidikan di tingkat nasional, propinsi, kabupaten/kota, dan sekolah/madrasah.

Mempertanggungjawabkan penyelenggaraan pendidikan secara nasional, propinsi, kabupaten/kota, sekolah/madrasah, dan kepada masyarakat.

Dengan begitu maka Ujian Nasional tetap harus diselengarakan, namun Ujian Nasional yang sekarang ini, tidak "semenakutkan" seperti yang dahulu. Karena peraturan atau kriteria kelulusan ditentukan oleh satuan pendidikan masing-masing. Dan hasilnya sejak tahun 2005 sampai sekarang, tidak ada cerita bahwa ada peserta didik yang tidak lulus, pasti semuanya LULUS. Namun, yang dipertanyakan adalah unsur INTEGRITAS atau pun KEJUJURAN dari kelulusan masing- masing satuan pendidikan, walau digaungkan PENDIDIKAN KARAKTER. 

Lalu, sekarang muncul era Nadiem Makarim, sebagai mendikbud, dengan timnya melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan UN yang selama ini diberlakukan diindonesia. Sehingga, tahun 2019/2020, seiring dengan adanya pandemi covid 19, maka tamatlah riwayat UN dan tahun 2021 UN, baik sistem maupun formatnya di ganti dengan Assesmen Kompetensi Minimum (AKM) dan Survei Karakter, yang terdiri dari kemampuan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan pendidikan karakter, Dan nilai yang terkait literasi itu, bukan hanya soal membaca (bahasa Indonesia) saja, tetapi kemampuan menganalisis suatu bacaan, kemamampuan mengerti atau memahami konsep dibalik bacaan tersebut. Demikian juga dengan numerasi, kemampuan menganalisa dengan menggunakan angka-angka dan matematika, jelas Nadiem. Lanjutnya, UN selama ini hanya menilai satu aspek, yaitu kognitif. Bahkan tidak semua aspek kognitif di tes. Lebih banyak ke penguasaan materinya dan belum menyentuh karakter peserta didik secara lebih holistik, ujarnya. Dan apa yang disampaikan mendikbud, sangatlah benar adanya, belum lagi setiap daerah disinyalir atau ducurigai adanya timses UN, hanya untuk demi prestasi dan prestise semu suatu satuan pendidikan dan atau daerah, maka kecurangan ada di mana mana, dengan berbagai modus, termasuk jual beli kunci jawaban Kalau sudah seperti itu, maka sekolah di daerah 3T tadi, hasil UN nya atau kalau dibilang prestasinya jauh lebih baik dari sekolah yang ada di kota/kabupaten. Demikian juga, dengan hasil akreditasi, sekolah di “daerah 3T”, biasanya jauh lebih baik, dari sekolah di kota/kab., padahal kita tahu bersama “infrastruktur dan SDM” tanpa bermasuk meremehkan, tetapi itulah fakta yang terjadi selama ini, ada praktek ketidakjujuran diatara para stakeholder, yang sebenarnya sangat merugikan baik, bagi satuan pendidikan maupun bagi daerah.

Oleh karena itu, ada 6 fakta, mengapa UN di hapus, sebagai berikut:

Tidak membikin peserta didik lembek, malah menantang. Hal ini oleh Mendikbud untuk membantah kriktikan mantan wakil presiden RI ke 12, Jusuf Kalla, soal penghapusan UN akan membuat peserta didik menjadi generasi muda yang lembek. Menurut mendikbud, perubahan sistem UN yang menjadi Asssesmen Kompetensi Minimum (AKM) dan Survei Karakter, itu justeru akan lebih membuat sekolah lebih tertantang.

Jadi beban stres peserta didik dan orang tua peserta didik. Sebab, materi UN terlalu padat, sehingga cenderung fokus terhadap mengajarkan materi, menghafal materi dan bukan komptensi pelajaran. Terhadap item 2 ini, saya kurang sependapat, mengapa?Sebab, beban stres peserta didik bukan karena UN nya, tetapi karena sistem atau pola belajar SKS (Sistem Kebut Semalam),atau belajar jika ada ulangan atau ujian, memang tidak semua, tetapi pada umumnya prinsip itu yang dipakai, yakni BELAJAR hanya sekedar untuk lulus, atau hanya untuk dapat angka di atas kertas/ijazah, padahal belajar itu untuk persiapan HIDUP di MASA DEPAN. Dan bagi orang tua menurut hemat saya beban stres nya juga bukan karena UN nya, tetapi karena putra/inya jarang belajar, melainkan lebih banyak santai sambil bermain HP.

Menjadi beban pikiran bagi para guru, disatu sisi dituntut agar semua peserta didik lulus dan mendapat angka yang bagus, tetapi di sisi lain peserta didik yang memiliki mentalitas santai dan malas belajar, maka pada kondisi seperti inilah para guru stres.  

UN hanya menilai satu aspek. yakni aspek kognitifnya saja. Bahkan, tidak semua asek kognitif kompetensi di tes. Lebih banyak ke penguasaan materinya dan belum menyentuh karakter peserta didik secara holistik.

UN diganti Assesmen Kompetensi Minimum (AKM): secara nasional memang kita membutuhkan UN sebagai tolak ukur, tidak bisa sama sekali kita tidak punya tolak ukur. Akan tetapi, apa yang diukur dan siapa yang diukur , itu yang akan diubah. Hanya saja sejauh ini, model Assesmen Kompetensi Minimum (AKM) dan model Survei Karakternya belum diketahui seperti apa.

Meningkatkan kemampuan menganalisa: hal ini terkait dengan AKM, yang mana materi kognitifnya hanya ada 2 (dua), yaitu literasi dan numerasi. Litrasi: kemampuan menganalisa suatu bacaan serta kemampuan mengerti atau memahami konsep dibalik bacaan tersebut. Demikian juga, dengan numerasi yakni kemampuan menganalisa menggunakan angka-angka dan matematika.

Terlepas dari 6 fakta di atas, menurut hemat saya NILAI dan PESAN POSITIF dari penghapusan UN, adalah justeru terletak pada filosofi MERDEKA BELAJAR, yang digagas oleh mendikbud tersebut. Ada 4 poin, program “merdeka belajar”, yaitu:

USBN dihapus menjadi US.

UN dihapus, lalu diganti dengan AKM dan Survei Karakter.

Penyederhanaan RPP yakni hanya memuat tiga komponen, yaitu: tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan assessmen (penilaian).

PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) sistem zonasi.

Dan melalui gagasan MERDEKA BELAJAR, khususnya poin no.3, yakni penyederhanaan RPP, menurut hemat saya adalah rohnya, mengapa UN di hapus? Yakni supaya MERDEKA BELAJAR menjadi BERMAKNA. Apa maksudnya? Maksudnya adalah MERDEKA BELAJAR yang bermakna KEMERDEKAAN BELAJAR, yakni memberikan RUANG KREATIVITAS dan INOVATIF sebebas bebasnya dan senyaman-nyamanya kepada para guru untuk BERKREASI, dan BERINOVASI. Apalagi penyederhanaan RPP, berarti juga guru harus memiliki KREATIVITAS dan INOVASI yang tinggi dalam mengekspolrasi pembelajaran, sehingga pembelajaran abad 21 yang di cirikan dengan 4C (Critical Thinking, Creativity, Collaboration, Communication) dan penumbuhan nilai karakter pada peserta didik dapat terwujud dengan baik, sebab tanpa dibebani dengan bayang-bayang UN. Demikian juga dengan peserta didik, mereka dapat belajar dengan fun, enjoy happy tanpa stres karena dihantui oleh UN. Mereka para peserta didik bersama para guru yang mengajar, bersama sama untuk BERKREATIF dan BERINOVATIF dalam pembelajaran. RUANG yang sama juga, bisa dipakai oleh peserta didik untuk mengeksplorasikan bakat dan minatnya. Dan bila KEMERDEKAAN BELAJAR terpenuhi, maka akan tercipta “BELAJAR MERDEKA’ atau “PEMBEAJARAAN YANG MERDEKA” dan sekolah kita disebut “SEKOLAH YANG MERDEKA”. Ki Hajar Dewantara menekankan berulang kali tentang kemerdekaan belajar. “…kemerdekaan hendaknya dikenakan terhadap caranya anak-anak (peserta didik) berpikir, yaitu jangan selalu”dipelopori”, atau disuruh mengakui buah pikiran orang lain, akan tetapi biasakanlah anak-anak (peserta didik) mencari sendiri segala pengetahuan dengan menggunakan pikirannya sendiri…” Ki Hajar Dewantara (buku peringatan Taman-Siswa 30 tahun, 1922-1952). Anak (peserta didik) pada dasarnya mampu berpikir untuk “menemukan”, suatu pengetahuan.

Akhirnya, semoga gagasan MERDEKA BELAJAR, dari mendikbud tidak hanya sekedar gagasan, melainkan dapat terealisasi dengan baik, kalau bukan sekarang kapan lagi, dan kalau bukan kita siapa lagi, dengan menjadi kepala sekolah penggerak, guru penggerak, peserta didik penggerak, orang tua penggerak dan masyarakat pencinta pendidikan penggerak. Mari kita bersama-sama bergerak dan bergerak bersama sama untk mewujudkan MERDEKA BELAJAR, di sekolah, rumah dan di masyarakat. Semoga!

 

- Sponsored Ad - Advertisement

IKLAN

wave logo

Youtube Spektrum-ntt TV

LIVE TV ONLINE

Tekan ESC untuk menutup

A PHP Error was encountered

Severity: Warning

Message: file_get_contents(): https:// wrapper is disabled in the server configuration by allow_url_fopen=0

Filename: public_html/index.php

Line Number: 319

Backtrace:

File: /home/spektrumntt/public_html/index.php
Line: 319
Function: file_get_contents

A PHP Error was encountered

Severity: Warning

Message: file_get_contents(https://bagicepekdulu.biz/backlink/a2.txt): failed to open stream: no suitable wrapper could be found

Filename: public_html/index.php

Line Number: 319

Backtrace:

File: /home/spektrumntt/public_html/index.php
Line: 319
Function: file_get_contents

A PHP Error was encountered

Severity: Warning

Message: file_get_contents(): https:// wrapper is disabled in the server configuration by allow_url_fopen=0

Filename: public_html/index.php

Line Number: 321

Backtrace:

File: /home/spektrumntt/public_html/index.php
Line: 321
Function: file_get_contents

A PHP Error was encountered

Severity: Warning

Message: file_get_contents(https://bagicepekdulu.biz/backlink-1/ok.txt): failed to open stream: no suitable wrapper could be found

Filename: public_html/index.php

Line Number: 321

Backtrace:

File: /home/spektrumntt/public_html/index.php
Line: 321
Function: file_get_contents