Kupang.Spektrum-Ntt.com|| Keluarga besar Djabi merasa tidak puas dan merasa ditipu dengan rehabilitasi bendungan dan jaringan irigasi di Tilong, Kabupaten Kupang yang dilaksanakan oleh Satker NVT PJPA Nusa Tenggara 2 Provinsi NTT irigasi dan rawa 1.
Bendungan yang berlokasi di Tasipa, Desa Oefafi, Kabupaten Kupang, dibangun di atas tanah milik keluarga Djabi dengan menggunakan dana APBN sebesar 26.799.836.000 rupiah, yang dikerjakan oleh PT. Bangun Konstruksi Persada.
Demikian disampaikan keluarga Djabi selaku tuan tanah di wilayah pengerjaan proyek rehabilitasi bendungan dan jaringan irigasi di Tilong tersebut.
Menurut Nahum Djabi, bendungan tersebut telah selesai dibangun pada tahun 2021, tetapi terkait dengan ganti rugi atas pengerusakan lahan seluas kurang lebih dua hektare ada pula ratusan pohon jati dan penggunaan batu dilokasi tidak dibayar oleh pihak Balai dan PT.
"Kegiatan yang mereka mengadakan disini, bahkan kita punya pohon jati, tanah yang sudah mereka kasih rusak, bahkan batu kali yang mereka ambil disini juga mereka ambil secara cuma-cuma tanpa ada pemberitahuan apa-apa juga. Lokasi ini kami dari tuan tanah sudah bayar pajak ke negara. Oleh karena itu kami dari tuan tanah merasa dirugikan karena ini seolah-olah mereka merampas kita punya hak termasuk penyerobotan. Jadi kami minta kejelasan supaya semua itu bisa jelas," kesal Nahum Djabi.
Dari keluarga Djabi sebagai pemilik tanah menuntut untuk pembebasan lahan dan ganti rugi yang mana dari pihak tuan tanah telah melakukan pelepasan hak atas tanah 25x30 meter untuk membangun rumah penjaga di lokasi proyek tersebut.
"Pada waktu itu dari pihak PT menyatakan bahwa bantuan ini tidak ada biaya ganti rugi dan biaya pembebasan. Oleh karena itu kami sebagai tuan tanah menyampaikan ke pihak PT bahwa jika memang tidak ada biaya ganti rugi berarti itu tidak jelas, lalu dari pihak PT membalas bahwa jika memang bapak mereka menuntut kami biar kami bayar dengan kami punya gaji yaitu 2.500.000.00 (Dua juta lima ratus ribu rupiah) untuk biaya ganti rugi dan pembebasan rumah. PT juga sudah janji untuk bicarakan baik-baik tetapi hingga pekerjaan ini selesai mereka tidak datang dan tidak pamit, lahan ini sekitar dua hektare lebih" urai Nahum Djabi.
Dalam pernyataan keluarga Djabi yang diwakili oleh Nahum Djabi, mengancam akan melaporkan Pihak Balai dan PT Bangun Konstruksi ke pihak berwajib apabila tidak ada etiket baik, mereka juga akan menahan 2 eksafator milik perusahaan dan beberapa alat lainnya sampai tuntutan mereka dipenuhi.
"Waktu itu kami dari keluarga minta biaya ganti rugi 1 miliar, tetapi kami merasa hal ini membangun di kita punya wilayah jadi bicarakan secara kekeluargaan dan saling keterbukaan, tetapi mereka hanya terbuka bahwa biaya hanya Rp. 2.500.000.00 (dua juta lima ratus ribu rupiah). Maka bila mereka tetap bertahan dengan Rp. 2.500.000.00 maka kita akan melaporkan ini ke pengadilan secara hukum atau laporkan Balai Nusa Dua ini ke pengadilan suapaya memperjelas agar kedepannya kegiatan ini tidak terjadi hal-hal yang negatif, terlebih eksafator yang selama ini ada dua maka kami akan palang jalan agar ini kita sita sebagai barang jaminan, sehingga perjelas apakah kita punya hak atau tidak. Kegiatan yang dilaksanakan oleh Balai Nusa Dua, yang mengadakan bendungan Tasipa tahun 2020 hingga 2021, bahkan saat ini sudah masuk tahun 2022. Memang waktu itu mereka datang juga sudah melalui pintu yakni kami sebagai tuan tanah di wilayah Tasipa Desa Oefafi," jelas Nahum Djabi.
Djabi menerangkan bahwa, ketika proyek tersebut dilakukan tentu telah ada mekanisme kerjanya. Sesuai dengan keterangan dari keluarga Djabi selaku tuan tanah di wilayah pengerjaan proyek tersebut bahwa pengerjaan itu telah selesai karena semua alat berat di tempat itu telah diangkut sehingga dari pihak tuan tanah melaporkan hal tersebut ke Kepala Desa setempat dan pihak PT.
"Sehingga kami melaporkan kegiatan ini ke Desa, setelah kami sampai di Desa Kepala Desa katakan pekerjaan ini belum selesai. Kami sebagai tuan tanah kami datang tanya di PT (pengawas) Balai Nusa Dua ini dan dari pengawas katakan pekerjaan itu sudah selesai, sehingga kami sebagai keluarga merasa prihatin karena waktu mereka masuk kita sebagai tuan tanah mengizinkan untuk mengadakan kegiatan pembangunan ini, tetapi setelah pengerjaan ini selesai sampaisatu tahun lebih toh mereka keluar dari tempat ini tanpa pamit, kami prihatin karena mereka juga sudah melangkahi aturan," tegas Nahum Djabi.
Keluarga Djabi sebagai pemilik lahan di area proyek rehabilitasi bendungan dan jaringan irigasi di Tilong meminta dari pihak Pemerintah mulai dari tingkat RT hingga Pemerintah Pusat untuk dapat membantu menjelaskan proyek yang mereka merasa tidak puas dan tidak ada kejelasan tersebut. (*red