SIKKA. SPEKTRUM-NTT.COM || Tim Relawan Untuk Kemanusiaan (TRUK) beberkan catatan akhir tahun (CATAHU) 2021 tentang kekerasan terhadap perempuan dan anak yang pernah dilaporkan oleh masyarakat.
Agenda CATAHU ini dilaksanakan secara rutin setiap tahun menjelang hari Perempuan Internasional yang diperingati setiap tanggal 8 Februari, dengan memuat angka, motif, modus, trend dan hambatan penanganan yang dilakukan TRUK sebagai lembaga layanan.
Devisi Hukum TRUK Maumere, Ibu Lidya, pada Konferensi Pers, Selasa (8/2/2022) di Shalter St. Monica TRUK Maumere menyampaikan, tercatat ada 101 korban yang melaporkan kasusnya dengan rincian 68 korban anak dan 33 korban perempuan dewasa.
Dari 101 korban, Lidya menjelaskan ada 92 pengaduan yang diterima oleh TRUK Maumere dan 9 pengaduan yang di terima oleh TRUK Ende, dengan prosentase jumlah pengaduan di tahun 2021 mengalami penurunan 12,87% dibangingkan tahun 2020 (pengaduan 114 korban).
Menurutnya, penurunan pengaduan tersebut tidak menggambarkan fakta kekerasan yang terjadi karena penurunan tersebut tidak signifikan.
Ranah Terjadinya Kekerasan Ibu Lidya mengungkapkan, bahwa ranah terjadinya kekerasan mencakup ranah personal yang mencakup KDRT dan kekerasan dalam pacaran (KDP). KDRT dan KDP ini merupakan kekrasan yang angka pengaduan paling tinggi dengan jumlah pelapor paling tinggi sebanyak 59 orang.
Selain ranah personal, Ibu Lidya mengatakan ada juga ranah komunitas yang dilaporkan oleh 42 korban dengan rincian 10 korban perempuan dewasa dan 32 korban anak, dengan bentuk kekerasan yang dialami korban yaitu kekerasan psikis 14 orang, kekerasan fisik 2 orang, kekerasan seksual 19 orang, dan perdagangan orang dialami oleh 18 korban dan kekerasan berbasis gender online dialami 1 orang.
Karakteristik Korban dan Pelaku Ibu Lidya mengatakan, bahwa untuk usia korban berkisar 3-57 tahun, dan didominasi oleh usia remaja 14-17 tahun sedangkan perempuan dewasa 30-40 tahun. Sementara untuk usia pelaku berkisar dari 16-58 tahun yang didominasi oleh usia 25-40 tahun.
Untuk pendidikan, Ibu Lidya mengatakan bahwa pendidikan korban mulai dari PAUD sampai S1, didominasi pendidikan anak yaitu SLTP dan untuk korban perempuan adalah SLTA. Sementara pelaku bervariasi dari SD-S1, didominasi oleh pendidikan SLTA.
Sedangkan untuk pekerjaan, Ibu Lidya mengatakan baik korban maupun pelaku jenis pekerjaan bervariasi.
Motif, dan Modus Ibu Lidya lebih lanjut menjelaskan, bahwa motif ekonomi dan asmara merupakan motif yang paling umum mempengaruhi terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak, dengan modus yang digunakan oleh pelaku dalam melancarkan aksi kejahatanya yaitu pacaran, anak asuh, iming-iming dinikahi, iming-iming hadiah, pengobatan, penyempurnaan ilmu, pertemuan di media sosial, dan penjeratan hutang.
Penulis :Orinus