ENDE.spektrum-ntt.com || Dalam proses penyelenggaraan pemerintah desa segala bentuk keputusan harus juga mempertimbangkan aspek filosofis sosiologis dan yuridis formal, sehingga keputusan yang diambil tidak mendapat reaksi atau penolakan dari masyarakat desa yang merasa dirugikan atas keputusan tersebut
Demikian hal ini disampaikan ketua komisi I DPRD kabupaten Ende, Orba K. Ima kepada media ini di Ende, Jumat sore usai menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) yang juga dihadiri camat Maurole bersama staf dan kepala desa Woloau (16/06/2020)
Ia juga menjelaskan bahwa terkait persoalan yang dialami oleh desa Woloau, ini ada kaitannya dengan komitmen awal pada proses pemekaran desa, sehingga keputusan yang bersifat filosofis sosiologis juga menjadi proses penyanderaan tersendiri bagi kepala desa terpilih dalam mengambil keputusan atau kebijakan yang ada di desa
Pertimbangan filosofis sosiologis terkait komitmen awal pemekaran desa dalam hal pengangkatan dan pemberhentian aparat desa itu juga mesti dibatasi, sehingga tidak menjadi penyanderaan terhadap penyelenggaraan pemerintah desa,
"proses penyelenggaraan pemerintah desa harus berdasarkan pertimbangan yuridis formal, seperti Undang - Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2015 yang diterjemahkan ke Permen Nomor 67 Tahun 2017 tentang pengangkatan dan pemberhentian aparat desa" Kata Ketua komisi satu
Pertimbangan filosofis sosiologis akan lebih terasa dan berdampak ketika kita terapkan di struktur adat adat kita, karena disitu banyak aturan - aturan yang tidak tertulis, namun manakala kita terapkan di sistem penyelenggaraan pemerintah desa akan berbenturan dengan regulasi formal
"Nah DPRD juga harus lebih cermat dan teliti dalam melihat persoalan Woloau ini, jangan sampai kita terjebak, karena bukan tidak mungkin persoalan yang sama yang dialami desa - desa lain juga akan menuntut perlakuan yang sama" Tutup Politisi Gerindra itu
Penulis A Aku Suka
Editor Eppy M photo Istimewa