BELU.SPEKTRUM-NTT.COM|| Dugaan Kasus Korupsi Dana Desa (DD) Leontolu Tahun Anggaran 2016 sampai dengan Tahun Anggaran 2020 yang tangani Kejaksaan Negeri Belu, diduga tidak ada progres sampai saat ini bahkan terkesan ada konspirasi buruk atau jual beli perkara ditubuh Kejaksaan Negeri (Kejari) Belu.
Salah satu tokoh masyarakat Desa Leontolu berinisial AS kepada media ini, Selasa (30/11) mengatakan, bahwa kasus tersebut sudah dilimpahkan kepada Kejaksaan Negeri Belu dan akan menangani kasus tersebut secara profesional.
Namun kasus ini sudah berulang tahun tapi hingga saat ini belum ada pernyataan resmi dari pihak Kejaksaan Negeri Belu. Hal ini dibuktikan dengan Kejaksaan Negeri (Kejari) Belu kembali memanggil pihak terlapor dan pelapor tertanggal (18/11/21) untuk melakukan klarifikasi terkait Surat Pengaduan pelapor yang di tujukan sampai KKRI, Ombudsan RI dan KPK.
Padahal kasus ini sudah di SP3kan oleh pihak kejaksaan beberapa bulan lalu. Dan secara resmi Kejaksaan Negeri (Kejari) mengatakan bahwa bukti tidak cukup dalam penanganan kasus ini.
Kasus ini bahkan terkesan tertutup sekali, sedangkan sudah beberapa orang dipanggil dan diperiksa namun hasilnya sampai saat ini tidak ada transparansi dalam pemeriksaan alias belum jelas.
Ia mengatakan, proses penanganan kasus Korupsi Dana Desa Leuntolu, Kecamatan Raimanuk-Kab. Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) tahun 2016, 2017, 2018 dan 2019 bermasalah sampai tanggal 24 Oktober 2021, berikut uraiannya :
1. Pengadaan 7 unit Hand tracktor (rakitan) tahun anggaran 2016, dimana traktor yang di berikan kepada masyarakat dirakit ulang oleh Kepala Desa Leuntolu. Traktor tersebut menggunakan mesin bermerk cina dan rangkanya bermerk Kubota.
Berikut adalah daftar nama masyarakat yang menerima bantuan Hand-Tracktor yang dirakit, antara lain;
1. Bpk. Markus Mau (Dusun Webutak)
2. Bpk. Jhon Parera (Dusun Webutak)
3. Bpk. Domi Lorok (Dusun Kuanitas)
4. Alm. Bapak Vinsen Aluman (Dusun Subaru)
5. Bpk. Linus Banase (Dusun Subaru)
6. Bpk. Bene Bau (Dusun Amahatan)
7. Bpk. Anton Taek (Dusun Bibin).
Ia mengaku, 7 (tujuh) unit Hand-Tracktor ini tidak dapat digunakan dan sekarang sudah berkarat. Saat tim Kejaksaan Negeri Kabupaten Belu (Kejari Belu) melakukan pemeriksaan di lapangan pada tanggal 24 juni 2021. Kepala Desa menghadirkan hand tracktor baru bermerk Kubota milik orang lain, Anggaran Dana Desa tahun 2017, salah satunya milik ketua BPD desa Leontolu, a.n Guido Toto (bukan dari ke-7 penerima manfaat diatas).
Dikatakannya, Alokasi dana desa untuk BUMDES sebanyak Rp 27. 000.000 Tahun Anggaran 2017 yang seharusnya dikelola oleh 3 orang badan pengurus BUMDES, namun kenyataan di lapangan uang tersebut dikelola langsung oleh Kepala Desa (Kades). Dan secara aturan tidak dibenarkan, apalagi kepala desa memakai uang tersebut untuk membeli pupuk dan menukar dengan gabah (padi kulit). Itu pun sampai hari ini gabah tidak kelihatan (kurang lebih sudah 4 tahun).
Pembangunan Jalan Usaha Tani (JUT) sejauh 1 Km di Dusun Kuanitas dengan menggunakan DD tahun anggaran 2018, sampai hari ini pemasangan penahan masih kurang 50 meter dan belum dilakukan pemadatan dengan menggunakan alat vibro.
Pembangunan Irigasi di belakang Gereja Katholik (Kapela Sukabitetek) Dusun Amahatan dengan volume 600 meter melalui dana desa Tahun Anggaran 2018, baru kerja sampai hari ini sebanyak 419 meter, tersisa 181 meter belum diselesaikan hingga saat ini.
"Pada saat pihak jaksa lakukan audit di lapangan pertanggal 24 juni 2021, Kepala Desa diduga menipu tim jaksa yang melakukan pengauditan, katanya sudah kerja selesai. Padahal tidak benar. Kepala desa lagi-lagi tipu bermain tim jaksa kab.Belu karna saat pemeriksaan lapangan tim jaksa tidak menghadirkan para pelapor. tim jaksa juga tidak melakukan pengukuran volume di lapangan", terangnya.
Dikatakan AS, Pembangunan Lopo/ Lapak sebanyak 35 buah, dengan menggunakan Anggaran Dana Desa (ADD) tahun 2019 sebanyak Rp, 605. 000. 000, dengan rincian setiap unit lopo/lapak biayanya mencapai Rp 17. 285. 714. Akan tetapi pekerjaannya belum selesai sampai hari ini. Dan tidak sesuai dengan perencanaan yang telah didesain. Dimana setiap tang lopo sebanyak 140 buah harus diukir dengan motif timor. Namun kenyataan di lapangan berbeda. Setiap tiang lopo/lapak di cat berwarna biasa. Material lokal yang digunakan untuk pembangunan 1 unit lopo maksimal Rp 7. 000. 000 sudah termasuk HOK tukang 30%, Pajak 10?n TPK 3%. Untuk memastikannya bisa kita hitung di lokasi kegiatan. Dugaan penyelewengan untuk pembangunan 35 unit lopo sebesar Rp 359.000.000" katanya.
Pembanguan 1 unit Paud dengan ukuran 6 x 7 meter dengan menggunakan Dana Desa sebanyak Rp 343. 000. 000 di Dusun Webutak, Tahun Anggaran 2019. Sementara bangunan fisik di lapangan ukurannya 3 x 6 meter. Dugaan Mark Up Dana Desa (DD) sebanyak Rp 113. 000. 000.
Untuk memastikannya bisa hadirkan Tenaga Teknis untuk menghitungnya. Sementara HOK tukang sebesar Rp 86. 000. 000. Kepala Desa baru membayar tukang dengan satuan uang sebesar Rp 50. 000. 000, sisanya Rp 36. 000. 000 belum terbayar (uang ada di tangan kepala desa), jelasnya.
Adapun Bantuan Dana dari Dinas Ketahanan Pangan tahun 2013 sebanyak Rp, 200. 000. 000 untuk kelompok tani di Desa Leuntolu. Untuk pembangunan lumbung Desa dengan menggunakan Dana Desa sebesar Rp 25.000.000, sisanya Rp 175. 000. 000 untuk para kelompok tani di desa Leuntolu. Badan Pengurus sudah dibentuk semua, namun dalam pengelolaannya hanya Ketua dan Bendahara yang dilibatkan untuk mengelola dana yang ada. Badan pengurus yang lain tidak dilibatkan. Ketua atas nama; Antonius Seran dan istri Kepala Desa selaku bendahara.
Lebih lanjut dirinya mengatakan hasil klarifikasi pada tanggal 19 juli 2021 di Kantor Kejaksaan Negeri Kab. Belu (di ruang kerja Kejari Belu) itu ada beberapa point, diantaranya;
1. Pelapor menyampaikan kepada tim jaksa bahwa Hand-tracktor sebanyak 7 unit bermerk kubota yang diperiksa tanggal 24 juni 2021, tidak benar (Kepala Desa mendatangkan hand tracktor milik orang lain). Salah satunya milik Guido Toto (saat ini menjabat sebagai Ketua BPD Desa Leuntolu).
Kepala Desa mengakui hal tersebut di dalam ruang kerja Kejari Belu, bahwa benar hand tracktor yang diperiksa Tim Jaksa pada tanggal 24 juni 2021 itu Anggaran Dana Desa (ADD) 2017 milik orang lain.
2. Dana Desa untuk BUMDES tahun anggaran 2017 sebanyak Rp 27. 000. 000 yang seharusnya dikelola oleh 3 orang Badan Pengurus BUMDES, namun kenyataan di lapangan dikelola oleh Kepala Desa sendiri untuk membeli pupuk dan menukar dengan gabah/padi kulit. Sampai hari ini gabah tidak kelihatan (sudah 4 tahun). Kepala Desa mengakui bahwa gabah belum terkumpul.
3. Pembangunan Irigasi dengan volume 600 Meter dengan menggunakan Dana Desa Tahun 2018 sampai hari ini baru kerja 419 meter dan sisa 181 meter belum diselesaikan. Kepala Desa saat klarifikasi di ruang kerja kejari Belu, menyatakan kesiapan dirinya untuk menyelesaikan sisa pekerjaan irigasi 181 meter itu".
4. Pembangunan Lopo/Lapak sebanyak 35 unit dengan menggunakan Dana Desa tahun 2019 sebanyak Rp. 605. 000. 000, sampai hari ini belun selesai, terutama Tiang-tiang lopo sebanyak 140 tiang belum diukir dengan motif timor. pada saat klarifikasi, kepala desa membenarkan hal itu dan mengatakan bahwa tiang-tiang lopo belum di ukir dengan Motif Timor.
5. Pembangunan 1 unit PAUD di Dusun Webutak dengan ukuran 6 x 7 Meter dengan menggunakan Dana Desa tahun 2019. Dana desa sebesar Rp 343.000.000, dugaan mark up dana Rp133. 000. 000. HOK tukang sebesar Rp 86. 000. 000. Kepala Besa baru membayar Rp 50. 000. 000, sisanya Rp 36. 000. 000 masih ada ditangan Kepala Desa. Pada saat klarifikasi di ruang kerja Kejari Belu, Kepala Desa menyatakan siap untuk membayarnya dengan nilai uang sebesar Rp. 36.000. 000).
6. Pembangunan Jalan Usaha Tani sejauh 1 Km di tahun 2018, bahkan hingga sekarang pemasangan penahan masih kurang 50 Meter dan badan jalan belum digilas sama sekali. "Kami masyarakat merasa heran dan kaget ketika membaca pemberitaan di media online yang menguraikan bahwa; Kasus Korupsi Dana Desa Leuntolu sudah dihentikan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Belu, karena tidak ada dugaan korupsi soal pengelolaan Dana Desa".
Pada hal sudah jelas saat diklarifikasi pada tanggal 19 Juli 2021 pagi di ruang kerja kejari Belu, Kepala Desa mengakui bahwa semua tunggakan pekerjaan yang dilaporkan belum selesai dan dirinya mengatakan bersedia untuk menyelesaikan tunggakan pekerjaan ini", tutupnya.
Sementara pihak Kejaksaan Negeri Belu belum berhasil dikonfirmasi hingga berita ini diturunkan.
(**/Tim